Anda memiliki anak yang aktif,
lincah dan pintar? Ingin mengembangkan bakat yang dimilikinya? Hal itu perlu
dilakukan orangtua. Namun, jangan sampai mengembangkan bakat anak hingga
mengabaikan masa kecil. Jika Anda ingin mengaktualisasikan kemampuan anak harus
sesuai dengan keinginan dan usianya. Jangan sampai keinginan orangtua
mengembangkan bakat anak yang berlebihan sehingga cenderung melakukan
eksploitasi. Lalu, langkah seperti apa yang harus dilakukan orangtua?
Tentu sangat menyenangkan
sekaligus bangga saat melihat anak kita memiliki kemampuan dan bakat yang
istimewa. Apalagi jika anak-anak tersebut terkenal dan bahkan bisa menghasilkan
uang dari bakat yang mereka miliki. Namun, orangtua jangan manfaatkan hal ini
sebagai wadah untuk membantu perekonomian keluarga. Karena hal ini akan
menjurus pada eksploitasi terhadap kemampuan anak.
Ekploitasi Anak? Menurut Edward Andriyanto Soetardhio, M. Psi,
psikolog dari Sentra Tumbuh Kembang Anak ‘Kancil’, yang dimaksud dengan
eksploitasi yang dilakukan orangtua terhadap anak, apabila anak tidak menikmati
masa kecilnya dan penghasilan keluarga bergantung pada penghasilan anak. “Saya
setuju bahwa anak tidak seharusnya bekerja, penghasilan keluarga seharusnya
bergantung pada orangtua dan bukan anak. Namun jika anak melakukan kegiatan yang
ia sukai dan anak memiliki kebebasan untuk melanjutkan atau tidak mengikuti
sebuah kegiatan, maka hal tersebut tidak termasuk eksploitasi. Tetapi jika ada
unsur paksaan dan anak diwajibkan untuk mengikuti sampai selesai, maka itu
termasuk eksploitasi,” ujar Edward.
Sementara itu dijelaskan oleh
Kassandra Putranto, M.Psi, psikolog dari Kassandra & Associate, orangtua
perlu menyalurkan minat dan mengasah bakat serta potensi anak. Namun, bukan
melakukan eksploitasi terhadap kemampuan anak. “Karena proses tumbuh kembang
anak merupakan tanggung jawab orangtua. Terutama bagaimana orangtua dapat
mempersiapkan anak mereka di kemudian hari, bukan hanya soal sekolah dan
pendidikannya, tetapi juga kualitas mental, dan hal-hal yang dapat dilihat
sebagai proses pengembangan diri,” papar Kassandra yang sore itu tampil chic
dengan mini dress warna cokelat muda.
Ditambahkan Edward yang merupakan
dosen dari Fakultas Psikologi di Universitas Indonesia bahwa meningkatnya
acara-acara televisi yang mengeksplor kemampuan anak merupakan sarana yang baik
untuk mengembangkan kemampuan anak. Namun, hal ini harus dilakukan atas kemauan
anak, bukan karena keinginan orangtua Semata yang menginginkan anak terkenal
bahkan merupakan sumber pendapatan. “Fokus atau tidaknya seorang anak dalam
mengasah bakatnya sangat‘ tergantung dari orangtua,” tutur Edward.
Peran Orangtua. Bagi Kassandra mengeksplor kemampuan anak merupakan
hal yang penting. Namun, tujuan orangtua mengasah kemampuan anak dalam rangka
meningkatkan kepercayaan diri, bukan untuk eksploitasi demi kepentingan
orangtua. “Ketika ada eksploitasi yang dilakukan orangtua, anak yang harusnya
sekolah jadi tidak sekolah, anak yang sudah waktunya makan jadi harus ditunda
karena dia harus bekerja, ada lagi ketika mood anak sedang tidak bagus, harus
dipaksa bekerja. Padahal di masa kecil ini merupakan proses tumbuh kembang di
mana anak-anak membutuhkan main, belajar sedih, dan kecewa itu sudah jadi
bagian dari kehidupannya,” tambah wanita berambut panjang ini.
Masih menurut Kassandra agar
orangtua tidak disebut mengeksploitasi anak, maka harus mengerti
batasan-batasan yang cepat dalam mengembangkan bakat yang dimiliki si buah
hati. “Mengikuti acara-acara seperti Little Miss Indonesia atau pun Idola Cilik
pada dasarnya saya setuju, namun harus dalam porsi yang pas. Selama tetap
menghargai batasan-batasan yang ada seperti batasan sosial dalam arti anak
jangan sampai tidak memiliki waktu untuk bermain bersama temannya. Ada lagi
batasan moral seperti anak jangan disuruh bernyanyi lagu-lagu percintaan orang
dewasa, bergaya seperti wanita dewasa umumnya, itu jangan dilakukan. Dan yang
terakhir batasan hukum. Kita harus berpatokan pada hak-hak perlindungan anak
yang harus kita tegakkan," ucapnya menjelaskan.
Kassandra menegaskan, yang harus
ditentang adalah unsur-unsur pemaksaan, unsur-unsur eksploitasi. Di sini
orangtua harus pintar memilih ajang apa yang baik untuk sang anak. Selama ajang
tersebut tetap memerhatikan perkembangan anak, proses evolusinya, dan persaingannya
sehat, maka anak boleh mengikuti ajang tersebut. Namun, jika hanya untuk ajang
orangtua mencari uang, itu kurang bijaksana. Karena bagaimanapun bukan tugas
anak untuk melakukan itu. “Apalagi akan sangat melanggar Undang-Undang
Perlindungan Anak adalah ketika anak memiliki penghasilan dan penghasilannya
digunakan untuk keluarga. Jika memang anak itu mendapatkan uang, itu murni
untuk mereka,” tambahnya panjang lebar.
Dijelaskan oleh Edward, ada
dampak negatif yang perlu diperhatikan orangtua jika anak didorong untuk
mengikuti ajang-ajang pencarian bakat di televisi. Misalnya anak kehilangan
waktu bermain dengan teman sepermainannya atau bahkan waktu belajar tersita,
hingga anak terkontaminasi dengan hal-hal negatif dari orang dewasa seperti
kata makian. Hal ini bisa membuat anak-anak kehilangan masa kecil yang
seharusnya dinikmati dengan penuh keceriaan.
Ditambahkan Kassandra, anak yang
telah dieksploitasi sejak kecil bisa membuat mereka dewasa sebelum usianya.
“Bahkan yang paling buruk, mereka bisa menggunakan narkoba ketika beranjak
remaja. Ini karena sejak kecil telah bergaul dengan orang-orang dewasa sehingga
lebih mudah terpengaruh hal-hal yang buruk,” tandas Kassandra.
Karena itu, sangat penting bagi
orangtua memfilter informasi yang diterima oleh anaknya atau menjelaskan
hal-hal yang terjadi di sekeliling anak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Para orangtua harus memerhatikan proses tumbuh kembang anak, seperti melakukan
sesuatu sesuai dengan usia anak dan bukan sesuai tuntutan lingkungan. “Lakukan
apa yang anak sukai dan bukan orangtua sukai, lakukan apa yang anak bisa dan
bukan apa yang anak seharusnya bisa,” tutup Edward. Leonina (Femme)
0 komentar:
Post a Comment