Belakangan istilah mastektomi
menjadi pembicaraan banyak khalayak setelah aktris Hollywood Angelina Jolie
melakukan pengangkatan payudara. Jolie melakukan operasi mastektomi ini demi
mencegah terjadinya kanker payudara karena ia memiliki keturunan kanker.
Benarkah setelah mastektomi risiko kanker payudara juga ikut hilang?
Istilah mastektomi atau operasi
pengangkatan payudara belakangan sedang menjadi pembicaraan setelah aktris
Hollywood papan atas Angelina Jolie mengambil keputusan berani untuk melakukan
itu. Langkah yang diambil oleh pasangan aktor Brad Pitt ini adalah sebagai
upaya pencegahan agar tidak terkena kanker payudara karena memiliki gen
keturunan mutasi BRCA1 (gen penekan tumor manusia yang menghasilkan. protein
yang disebut kanker payudara tipe 1 protein kerentanan). Gen tersebut
meningkatkan risiko kanker payudara hingga 87 persen.
Tak hanya Jolie, hampir semua
wanita di dunia khawatir terkena kanker payudara, selain kanker serviks dan
kanker ovarium. Pasalnya, selain kanker payudara membahayakan dan mempercepat
usia harapan hidup seseorang jika sudah mencapai stadium lanjut, kanker
payudara juga menurunkan rasa percaya diri seorang wanita. Untuk itu, sebagai
tindakan pencegahan seperti yang dilakukan Jolie adalah operasi mastektomi
untuk mengangkat benjolan payudara sekaligus pengencangan payudara yang turun.
Penyebab kanker payudara memang
belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan studi Institut Kanker Nasional
Amerika Serikat, setiap wanita memiliki 12 persen potensi mengembangkan kanker
payudara di dalam dirinya. Hanya saja wanita dengan mutasi BRCA seperti
Angelina Jolie memiliki risiko dapat meningkat menjadi enam kali lipat yaitu
sekitar 60 persen. Selain itu, faktor penyebab kanker payudara lainnya yaitu
karena faktor keturunan, makanan yang dikonsumsi yang mengandung bahan pengawet
atau kimia Serta pengolahan yang tidak sempurna seperti sate yang dibakar, mie
instan, rokok dan sebagainya.
Mastektomi. Dijelaskan oleh dr. Teuku Adifitrian, SpBR dokter
spesialis bedah plastik yang akrab disapa dr. Tompi, mastektomi adalah operasi
pengecilan payudara karena payudaranya terlalu besar. Ada beberapa tipe
mastektomi, yang pengerjaannya tergantung pada kasus individual dan faktor
tertentu seperti ukuran, lokasi dan perilaku tumor. Jadi, tipe mastektomi
antara lain: mastektomi total atau sederhana, mastektomi yang masih menyisakan
puting (nipple-sparing), mastektomi yang menyisakan kulit, mastektomi sebagian
dan mastektomi radikal.
Untuk melakukan mastektomi ini,
terdapat Serangkaian prosedur yang harus dijalani dan operasi ini dilakukan
dengan pembiusan umum. Sebelum menjalani mastektomi, dokter spesialis bedah
plastik akan memberikan edukasi dengan cara penggambaran bagian payudara yang
akan diambil, yang biasanya pada payudara yang sudah mulai menurun. Gambar dari
payudara tersebut biasanya posisi berdiri dan posisi tidur.
Sesudah itu, memperhitungkan
puting yang sudah turun lalu dinaikkan. Teknik operasinya juga harus
disesuaikan dengan level vaskularisasi atau pembuluh darah bagian mana yang
ingin dipertahankan supaya tetap hidup. Lalu nanti akan dapat dilihat putingnya
ke atas. Dalam operasi ini juga terdapat sebagian jaringan yang akan dibuang
sisanya diputar ke atas dan dibentuk kerucut yang lebih baik.
Untuk dapat membentuk kerucut
yang lebih baik, pertama adalah dengan membentuk simetri kanan dan kiri dari
payudara tersebut. Lalu Kedua, membentuk kerucut atau dom (kubah) dari payudara
yang lunak. Dan ketiga, dengan Cara membuat bekas luka atau scar yang sebaik
mungkin dapat dihilangkan dengan cepat. Tidak terdapat patokan usia yang
membatasi seseorang melakukan operasi mastektomi. Namun, biasanya operasi ini
dilakukan oleh wanita dewasa dan wanita yang sudah berumur 40 tahun ke atas.
Setelah Mastektomi. Setelah menjalani operasi mastektomi, menurut
dr. Alfiah Amiruddin, MD, MS, dokter konsultan bedah payudara, terdapat
serangkaian perawatan untuk mengontrol implan payudara agar tetap stabil dan
terjaga kondisinya dengan baik. Meski mastektomi dilakukan untuk mencegah
timbulnya kanker payudara, namun setelah operasi mastektomi masih terdapat
risiko terjadinya kanker payudara.
Risiko tersebut masih ada karena
pada saat melakukan mastektomi dokter tidak menguliti payudara itu seperti
mengupas mangga. Pasalnya, di bawah dari kulit itu ada saraf dan pembuluh darah
yang masuk ke jaringan epidermis. Jika pengangkatannya terlalu dekat dengan
kulit, maka saraf dan pembuluh darah yang ada di atas kulit tersebut dan risiko
yang paling berbahaya adalah kematian.
Oleh karena itu saat melakukan
mastektomi, biasanya dokter akan membuat flat kulit yang ada di atasnya yang
tidak boleh terlalu tebal dan tidak boleh juga terlalu tipis. Jika terlalu
tipis maka dikhawatirkan pembuluh darahnya akan memberi makan ke kulitnya.
Sementara jika terlalu tebal masih banyak jaringan payudara yang tertinggal
sehingga bisa jadi sel kanker masih terdapat dalam jaringan payudara tersebut.
Jadi, walaupun sudah melakukan mastektomi namun tetap ada 10 persen volume
payudara yang terdapat di bawah jaringan epidermis kulit payudara tersebut dari
total jaringan payudara yang ada seluruhnya.
Setelah menjalani operasi
mastektomi, sebaiknya Anda tetap melakukan pengontrolan atau monitoring setelah
mastektomi. Dalam satu tahun pertama, Anda dianjurkan untuk mengontrol dalam
jangka waktu tiga bulan sekali dan hal ini berlangsung selama dua tanun.
Pasalnya, risiko kekambuhan terbesar kembalinya kanker adalah selama dua tahun
pertama. Selanjutnya setelah dua tahun dianjurkan untuk mengontrol kondisi payudara
setiap enam bulan sekali dan hai ini dilakukan selama lima tahun. Dan setelah
lima tahun, baru dianjurkan melakukan pengecekan kondisi payudara setahun
sekali. Diah, Anita.
Sumber: Info Kecantikan
0 komentar:
Post a Comment