Apakah anak Anda memiliki geng di
lingkungan rumah maupun sekolah? Ternyata memiliki geng itu bukanlah hal
negatif. Karena anak yang memiliki kelompok teman itu bisa mendorong mengenal
lingkungan bahkan akan terus mengembangkan dirinya. Apa saja manfaatnya?
Manusia terlahir sebagai makhluk
sosial yang artinya tidak bisa hidup seorang diri dan membutuhkan orang lain di
sekitarnya. Termasuk si buah hati yang membutuhkan teman dalam bersosialisasi.
Baik teman di sekolah maupun di lingkungan rumahnya.
Seiring dengan berjalannya waktu,
anak-anak memiliki banyak teman. Mulai dari teman di rumah, sekolah hingga
tempat les. Namun, tidak semua anak bisa bergaul dengan mudah dengan semua
orang. Hal ini yang biasanya anak membentuk geng atau kelompok sendiri. Ke mana
pun ia pergi, biasanya hanya memiliki teman-teman tertentu. Lalu, apakah baik
seorang anak memiliki geng?
Geng Terbuka dan Tertutup.
Sah-sah saja anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar membentuk kelompok
atau geng di sekolah. Ini adalah sebuah bentuk perkembangan belajar untuk
membangun intensitas kedekatan dengan teman sebayanya. Merupakan media bagi
anak untuk bersosialisasi, tidak hanya dekat dengan keluarga intinya di rumah.
Karena anak sangat membutuhkan teman-temannya untuk bercerita banyak hal
termasuk urusan bermain yang mungkin tidak bisa ia temui pada anggota
keluarganya.
Edward Adriyanto, M.Psi, Psikolog
dari Lembaga Layanan Konsultasi Anak ‘Kancil’ menegaskan bahwa intensitas anak
justru lebih banyak berkomunikasi dengan teman-temannya di sekolah dibandingkan
keluarganya sendiri di rumah ketika hari sekolah. “Mulai dari SD kelas 3 waktu
belajar di sekolah sekitar 5-6 jam, jadi lebih banyak bergaul di sekolah,”
tegas Edward. Edward malah menyayangkan, jika ada anak yang tidak pernah
memiliki kelompok pertemanan dan seialu menyendiri. Itu merupakan hal yang
tidak normal.
Dijelaskan Edward, karena
kebutuhan untuk memiliki teman, sehingga anak membentuk dua jenis geng
pertemanan. Yakni geng terbuka dan geng tertutup. Geng terbuka ini tidak membuat
anak hanya pada suatu kelompok khusus saja, misalnya jika memiliki hobi yang
sama maka anak-anak ini bisa bergabung dengan kelompok lain dan tidak terikat
pada kelompok khusus. “Misal jika punya hobi yang sama mereka bisa gabung
dengan kelompok lain tanpa harus membatasi siapa pun anggota kelompok itu,”
tutur Edward.
Sementara geng tertutup yang
dimaksudkan oleh Edward memiliki kecenderungan adanya pembatasan oleh kesamaan
khusus yang dimiliki. Jadi si anak hanya mau berteman dengan teman-teman dalam
kelompok itu sementara kelompok ini tidak mau menerima anak lain karena
dianggap bukan bagian dari kelompoknya. “Misa|nya kelompok ini hanya terdiri
dari anak-anak yang pintar- pintar, kalau dilihat anak yang bergabung kurang
pintar, tidak akan terima,” tuturnya.
Edward menuturkan, sifat anak
yang memiliki geng tidak membuat anak langsung merasa sebagai pemimpin kelompok
atau sebagai bos yang mudah menyuruh teman-temannya dalam anggota kelompok itu.
Anak-anak seusia itu biasanya menyetarakan teman-temannya Sehingga tidak ada
sosok individu yang terkesan lebih menonjol atau pemimpin. “KaIaupun ada figur
leader itu bisa jadi terbentuk tetapi tidak kaku kalau ia berada di atas teman-temannya,”
tegas Q Edward.
Sementara itu, menurut Rini
Hildayani, M.Psi, Psikolog dari Universitas Indonesia menerangkan dalam sebuah
perkembangan anak membentuk sebuah kelompok atau geng pertemanan adalah salah
satu tahapan yang penting bagi pertumbuhannya. Anak yang masih SD membentuk
pertemanan karena memiliki kesamaan khusus dan hobi sehingga kerap melakukan
aktivitas bersama. “Misalnya anak-anak yang rajin belajar bergabung bersama
sehingga ada minat di antara mereka satu sama lain,” terangnya.
Anak yang membentuk geng dengan
tujuan agar semakin pintar, karena memiliki kesamaan minat untuk belajar lebih
giat. Maka anggota dalam kelompok akan termotivasi mencapai hasil yang sudah
disepakati. Jadi memiliki geng adalah sebuah pelajaran dan pembentukan mental
anak yang bahu-membahu bekerja sama sesama anggotanya untuk mencapai hasil yang
baik.
Ketika anak hendak masuk ke
sebuah geng sebaiknya anak harus bisa melihat bagaimana keadaan anggota dalam
geng tersebut. Karena menurut Rini masalah kekerasan dalam lingkungan sekolah
atau akrab dengan sebutan bullying menjadi bagian yang dikaitkan dengan geng,
sebab kekerasan muncul karena bentukan geng- geng di sekolah tersebut.
Peran Orangtua. Lalu apa yang
harus dilakukan orangtua ketika tahu buah hatinya memiliki geng. Seperti apa
bentuk pengawasan yang harus dilakukan oleh orangtua? Orangtua seharusnya
berpikir positif untuk tidak melarang bila anak mulai bersosialisasi dengan
membentuk geng pertemanan. Orangtua harus mengarahkan anaknya untuk terus
bersosialisasi dengan banyak teman.
Rini berpesan agar orangtua lebih
membuka matanya untuk mengantisipasi anaknya yang ikut dalam sebuah geng
pertemanan. “Kalau masih SD sampai remaja itu orangtua harus selalu memonitor,”
jelas Rini yang juga Konsultan Psikologi di Rumah Sakit Bunda, Depok, Jawa
Barat.
Penting bagi orangtua harus
berani mengenal siapa saja teman-teman si anak dalam gengnya. Bahkan orangtua
harus berkenalan dan mengetahui aktivitas yang dilakukan geng itu.
Edward berharap agar orangtua
bisa memberikan bimbingan kepada anak dan anggota geng yang lain agar bisa
menjadi figur orangtua tidak hanya kepada anaknya tetapi untuk anak yang lain.
“Sewaktu anak-anak dalam geng bertengkar orangtua harus jadi penengah dan
mencari solusi agar anak-anak itu berbaikan,” ujar Edward. Orangtua juga harus
tahu di mana lokasi biasanya geng tersebut berkumpul agar bisa dimonitor terus
menerus. “Kalau anak SD biasa berkumpulnya dari rumah anak satu ke anak yang
lain,” pungkas Edward. Abba Gabrillin.
Sumber : Tabloid Femme
0 komentar:
Post a Comment