Sunday, July 7, 2013

Geng Pertemanan, Ajarkan Anak Bersosialisasi

Apakah anak Anda memiliki geng di lingkungan rumah maupun sekolah? Ternyata memiliki geng itu bukanlah hal negatif. Karena anak yang memiliki kelompok teman itu bisa mendorong mengenal lingkungan bahkan akan terus mengembangkan dirinya. Apa saja manfaatnya?

Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang artinya tidak bisa hidup seorang diri dan membutuhkan orang lain di sekitarnya. Termasuk si buah hati yang membutuhkan teman dalam bersosialisasi. Baik teman di sekolah maupun di lingkungan rumahnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, anak-anak memiliki banyak teman. Mulai dari teman di rumah, sekolah hingga tempat les. Namun, tidak semua anak bisa bergaul dengan mudah dengan semua orang. Hal ini yang biasanya anak membentuk geng atau kelompok sendiri. Ke mana pun ia pergi, biasanya hanya memiliki teman-teman tertentu. Lalu, apakah baik seorang anak memiliki geng?

Geng Terbuka dan Tertutup. Sah-sah saja anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar membentuk kelompok atau geng di sekolah. Ini adalah sebuah bentuk perkembangan belajar untuk membangun intensitas kedekatan dengan teman sebayanya. Merupakan media bagi anak untuk bersosialisasi, tidak hanya dekat dengan keluarga intinya di rumah. Karena anak sangat membutuhkan teman-temannya untuk bercerita banyak hal termasuk urusan bermain yang mungkin tidak bisa ia temui pada anggota keluarganya.

Edward Adriyanto, M.Psi, Psikolog dari Lembaga Layanan Konsultasi Anak ‘Kancil’ menegaskan bahwa intensitas anak justru lebih banyak berkomunikasi dengan teman-temannya di sekolah dibandingkan keluarganya sendiri di rumah ketika hari sekolah. “Mulai dari SD kelas 3 waktu belajar di sekolah sekitar 5-6 jam, jadi lebih banyak bergaul di sekolah,” tegas Edward. Edward malah menyayangkan, jika ada anak yang tidak pernah memiliki kelompok pertemanan dan seialu menyendiri. Itu merupakan hal yang tidak normal.

Dijelaskan Edward, karena kebutuhan untuk memiliki teman, sehingga anak membentuk dua jenis geng pertemanan. Yakni geng terbuka dan geng tertutup. Geng terbuka ini tidak membuat anak hanya pada suatu kelompok khusus saja, misalnya jika memiliki hobi yang sama maka anak-anak ini bisa bergabung dengan kelompok lain dan tidak terikat pada kelompok khusus. “Misal jika punya hobi yang sama mereka bisa gabung dengan kelompok lain tanpa harus membatasi siapa pun anggota kelompok itu,” tutur Edward.

Sementara geng tertutup yang dimaksudkan oleh Edward memiliki kecenderungan adanya pembatasan oleh kesamaan khusus yang dimiliki. Jadi si anak hanya mau berteman dengan teman-teman dalam kelompok itu sementara kelompok ini tidak mau menerima anak lain karena dianggap bukan bagian dari kelompoknya. “Misa|nya kelompok ini hanya terdiri dari anak-anak yang pintar- pintar, kalau dilihat anak yang bergabung kurang pintar, tidak akan terima,” tuturnya.

Edward menuturkan, sifat anak yang memiliki geng tidak membuat anak langsung merasa sebagai pemimpin kelompok atau sebagai bos yang mudah menyuruh teman-temannya dalam anggota kelompok itu. Anak-anak seusia itu biasanya menyetarakan teman-temannya Sehingga tidak ada sosok individu yang terkesan lebih menonjol atau pemimpin. “KaIaupun ada figur leader itu bisa jadi terbentuk tetapi tidak kaku kalau ia berada di atas teman-temannya,” tegas Q Edward.

Sementara itu, menurut Rini Hildayani, M.Psi, Psikolog dari Universitas Indonesia menerangkan dalam sebuah perkembangan anak membentuk sebuah kelompok atau geng pertemanan adalah salah satu tahapan yang penting bagi pertumbuhannya. Anak yang masih SD membentuk pertemanan karena memiliki kesamaan khusus dan hobi sehingga kerap melakukan aktivitas bersama. “Misalnya anak-anak yang rajin belajar bergabung bersama sehingga ada minat di antara mereka satu sama lain,” terangnya.

Anak yang membentuk geng dengan tujuan agar semakin pintar, karena memiliki kesamaan minat untuk belajar lebih giat. Maka anggota dalam kelompok akan termotivasi mencapai hasil yang sudah disepakati. Jadi memiliki geng adalah sebuah pelajaran dan pembentukan mental anak yang bahu-membahu bekerja sama sesama anggotanya untuk mencapai hasil yang baik.

Ketika anak hendak masuk ke sebuah geng sebaiknya anak harus bisa melihat bagaimana keadaan anggota dalam geng tersebut. Karena menurut Rini masalah kekerasan dalam lingkungan sekolah atau akrab dengan sebutan bullying menjadi bagian yang dikaitkan dengan geng, sebab kekerasan muncul karena bentukan geng- geng di sekolah tersebut.


Peran Orangtua. Lalu apa yang harus dilakukan orangtua ketika tahu buah hatinya memiliki geng. Seperti apa bentuk pengawasan yang harus dilakukan oleh orangtua? Orangtua seharusnya berpikir positif untuk tidak melarang bila anak mulai bersosialisasi dengan membentuk geng pertemanan. Orangtua harus mengarahkan anaknya untuk terus bersosialisasi dengan banyak teman.

Rini berpesan agar orangtua lebih membuka matanya untuk mengantisipasi anaknya yang ikut dalam sebuah geng pertemanan. “Kalau masih SD sampai remaja itu orangtua harus selalu memonitor,” jelas Rini yang juga Konsultan Psikologi di Rumah Sakit Bunda, Depok, Jawa Barat.

Penting bagi orangtua harus berani mengenal siapa saja teman-teman si anak dalam gengnya. Bahkan orangtua harus berkenalan dan mengetahui aktivitas yang dilakukan geng itu.

Edward berharap agar orangtua bisa memberikan bimbingan kepada anak dan anggota geng yang lain agar bisa menjadi figur orangtua tidak hanya kepada anaknya tetapi untuk anak yang lain. “Sewaktu anak-anak dalam geng bertengkar orangtua harus jadi penengah dan mencari solusi agar anak-anak itu berbaikan,” ujar Edward. Orangtua juga harus tahu di mana lokasi biasanya geng tersebut berkumpul agar bisa dimonitor terus menerus. “Kalau anak SD biasa berkumpulnya dari rumah anak satu ke anak yang lain,” pungkas Edward. Abba Gabrillin.


Sumber : Tabloid Femme

0 komentar:

Post a Comment