Dalam membina bahtera rumah
tangga, perbedaan pendapa merupakan hal yang normal. Namun, sebagai orangtua,
Anda harus lebih berhati-hati. Karena para pasutri yang berargumen hingga
bertengkar di depan anak-anak membawa dampak buruk, yaitu anak menjadi minder
dan trauma. Seperti apa?
Dalam menjalani kehidupan
berkeluarga, hubungan antara pasutri tidak selamanya berjalan dengan baik. Ada
masanya terjadi perbedaan pendapat sehingga bisa memicu konflik keduanya. Jika
hal itu terjadi, seringkali tak terelakan pasutri bertengkar di depan
anak-anaknya. Ternyata adu mulut ataupun pertengkaran yang terjadi dan dilihat
anak-anak akan membawa dampak psikis yang buruk bagi perkembangan anak.
Konflik. Menurut Febiola
Setiawan, M.Psi, Psikolog dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia, pasangan
suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah pasti memiliki karakter dan watak
yang berbeda. “Sebagai manusia dewasa tentu harus bisa menahan diri dan
mengelola emosi dengan baik,” kata Febiola. Ditambahkannya, pasangan yang kerap
berbeda pendapat dipandang sebagai sesuatu yang panting mengingat pasangan bisa
menyalurkan pemikiran, perasaan untuk saling memahami dan mengerti.
Senada dengan Febiola, Dr. I
Nyoman Surna, M.Psi, Psikolog dan Dekan Eksekutif dari Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia YAI mengatakan, perbedaan pendapat merupakan cara
pasangan suami istri mendapat suatu kesesuaian atau kesepakatan, dan perbedaan
pendapat antara suami istri sah-sah saja terjadi. Asalkan pasangan langsung
meminta maaf dengan pasangannya setelah bertengkar dan segera melupakan konflik
tersebut. “Jangan sampai perbedaan pendapat menjadi dendam dalam berumah
tangga, intinya mencari kesesuaian tidak mudah dan butuh waktu bertahun-tahun,”
ujarnya tegas.
Febiola yang juga dosen Fakultas
Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya menambahkan, umumnya
pertengkaran antara pasutri karena membahas masalah anak. “Konflik paling umum
karena membahas pola asuh anak,” tuturnya. “Misalnya sang bapak membiarkan
anaknya bermain di tempat kotor agar anak bisa mengenal alam sedangkan sang ibu
tidak menginginkan anaknya bermain di tempat kotor karena masalah kesehatan
anak akan terganggu,” ucap Febiola.
Trauma. Jika terjadi perbedaan
argumen hingga bertengkar, akan lebih baik bagi suami istri menyelesaikan di
rumah. Namun, penting diperhatikan, di rumah itu, ada anak-anak yang mudah tahu
kalau orangtuanya bertengkar. Karena itu pilihkan kamar sebagai area Anda dan
suami membicarakan hal itu. Karena ada dampak buruk bagi psikologis anak
apabila sering melihat orangtua bertengkar.
Memori anak akan terus mengingat
kejadian pertengkaran orangtuanya. Kemungkinan besar, jika orangtua tidak
menyadari hal ini, anak akan mengalami trauma. Bisa jadi, setelah anak beranjak
remaja dan dewasa, ia akan malas atau takut menikah, sebab dalam pikirannya
untuk apa menikah kalau nantinya selalu diisi pertengkaran.
Efek lain anak sering menyaksikan
orangtua bertengkar adalah anak dapat menjadi individu minder dan tidak percaya
diri. Sebab, mendengar orangtua yang disayanginya bertengkar bisa melukai hati
anak. Dia pun kerap kebingungan menempatkan posisi di mana harus berada,
membela Mama atau Papa? Perasaan dilematis inilah yang kemudian mengganggu
pemikirannya. Anak akan terus kepikiran hingga menjadi cemas dan stres melihat
kondisi tersebut. Jika mudah stres dan trauma, perkembangan pola pikir bisa
tidak berkembang karena terus memikirkan permasalahan orangtuanya. Bahkan
prestasi belajar anak bisa anjlok akibat terlalu fokus memikirkan kondisi orang
tuanya.
Bahkan anak akan merasa tidak
nyaman bila berada di dalam rumah. Ia tidak betah sehingga lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah dan bisa-bisa ia mencari kesenangan di tempat
lain dengan hal-hal yang kurang baik.
Solusi. Kondisi anak stres,
dilematis dan trauma, tentu menjadi persoalan baru bagi orangtua. Lalu
bagaimana cara agar permasalahan bisa selesai sekaligus kondisi si buah hati
tetap kondusif. Berikut solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah
ini:
1. Pasutri harus saling
menumbuhkan rasa saling cinta dan menghilangkan egois masing~masing. Melupakan
kesalahan suami maupun istri, menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan
berbagai gejolak yang timbul dalam rumah tangga.
2. Belajar untuk berdamai dengan
diri sendiri. Yang paling penting adalah mau mendidik rasa malu dari orangtua
terhadap anak-anak dan menyelesaikan masalah antara mereka, tanpa perlu
diketahui oleh anak. Tetap memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap anak.
3. Harus memahami gaya bicara
pasangan. Sehingga kita bisa menyadari dan mengantisipasi Sehingga tidak mudah
tersinggung.
4. Selalu mengingat tujuan
berkeluarga. Sehingga pertengkaran apa pun yang terjadi antara pasutri,
senantiasa mengingat bahwa salah satu tujuan menikah adalah memiliki keturunan,
mendidik dan membahagiakan anak-anak. Maria Ermelinda Meo
Sumber : Tabloid Femme
Salah satu metode paling efektif dalam menghapus rasa minder pada anak adalah dengan mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya dengan begitu anak lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya.
ReplyDeleteKembangkan dan asah bakat serta potensi nya dengan bergabung di www.bakatsuper.com