Saturday, July 20, 2013

Anak Bisa Jenuh, Jika Usia Satu Tahun Telah Bersekolah

Pendidikan merupakan prioritas orangtua bagi si buah hati. Namun, saat anak telah disekolahkan sejak dini, apakah baik bagi perkembangan psikologisnya? Ataukah harus menunggu usia tertentu baru anak disekolahkan? Lalu, apa dampak, jika anak telah bersekolah sejak usia satu tahun?


Berbagai cara dilakukan oleh orangtua agar anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, pintar dan kreatif. Karena itu, tak heran saat ini banyak orangtua yang telah menyekolahkan anaknya padahal baru berusia satu tahun. Lalu, apa dampaknya anak telah bersekolah sejak usia dini?

Tidak Dianjurkan. 10 tahun yang lalu, umumnya orangtua baru menyekolahkan anaknya saat berusia 5 atau 6 tahun. Namun, kondisi saat ini berbeda jauh. Kebanyakan orangtua telah menyekolahkan anaknya saat masih berusia satu tahun. Hal ini karena orangtua menginginkan anak belajar mengenal lingkungan. Jika sebelumnya si anak lebih banyak berada di rumah dan hanya dekat dengan keluarga intinya, dengan bersekolah ia mulai belajar bersosialisasi dengan pengajar atau teman seumuran.

Menurut Katarina Ira Puspita, M.Psi, psikolog dari Kassandra & Associates, sosialisasi anak tidak hanya di sekolah tetapi bisa di rumah. “Memang bisa melatih sosialisasi tetapi apakah hanya bisa dilakukan di lembaga formal?” kata Katarina yang mengatakan hanya buang-buang uang saja karena biaya sekolah pasti mahal. Ditambahkan Katarina, melatih kemandirian anak harus diawali dari lingkungan rumah bukan di sekolah. “Kemandirian harus dilatih di rumah, bukan di sekolah,” jawab Katarina. Apalagi saat anak berusia setahun biasanya baru bisa belajar jalan dan mengenal nama-nama barang. Karena itu, orangtua yang mengajarkan hal itu terhadap anak, bukan tenaga pengajarnya. “Hubungan orangtua akan lebih baik, tetapi sebaiknya usia setahun jangan sekolah dulu,” tegas perempuan berambut panjang ini. 

Hal senada diucapkan oleh Hanlie Muliani, M.Psi, psikolog dari Golden Life Institute, sebaiknya orangtua tidak harus terburu-buru mendaftarkan anaknya masuk sekolah. “Usia yang pas setelah anak berusia 1,8 tahun atau minimal 2 tahun,” kata Hanlie yang mendaftarkan sekolah anaknya ketika berusia 2,7 tahun ini. Ada baiknya usia anak yang masuk dalam taraf golden age, orangtua harus intensif mendampingi. “Melatih sosial kan bisa di rumah,” singkatnya.

Hanlie menegaskan jika memang orangtua keukeh mendaftarkan anak untuk memperoleh pendidikan sejak dini, ia menghimbau agar orangtua harus bisa membuat psikologis anak tidak terganggu. Anak harus bahagia dan menyenangkan. ‘Anak harus merasa joyfull karena pengalaman pertama anak masuk sekolah harus dibuat menyenangkan,” papar Hanlie. Jika hal itu diterapkan maka anak akan merasa bahwa sekolah adalah sesuatu yang menyenangkan sehingga anak. menyukai kegiatan belajar mengajar.

“Ada orangtua bilang lebih cepat akan lebih baik masuk sekolah,” tutur Hanlie yang ditemui di BSD, Tangerang beberapa waktu lalu. Anggapan lebih cepat belum tentu baik. Sehingga jika sejak kecil sudah dibebani materi banyak membuat tidak efektif.

Jenuh. Katarina yang juga tercatat sebagai pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara mengatakan, jika memang orangtua memasukkan anak ke sekolah ada baiknya orangtua mengetahui tujuannya apa. Usia satu tahun menurutnya bukan sesuatu yang penting bagi anak untuk menimba ilmu, ditambah biaya yang dikeluarkan orangtua juga tak sedikit, bahkan mayoritas orangtua berkocek tebal yang bisa memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. ‘Anak-anak bisa menjadi korban dari keinginan orangtua yang sekadar ingin mendapatkan prestasi yang diperoleh anak melalui sekolah dini," ujar psikolog bertubuh langsing ini.psikolog bertubuh langsing ini.

Orangtua harus dibiasakan melatih kemampuan anaknya bukan dari sekolah saja tetapi meskipun sibuk orangtua harus tahu perkembangan intelektual si anak. “Misal orangtua tahu si anak sudah bisa baca ya, oh bisa ini,” katanya.

Dampaknya pun cukup signifikan jika anak usia setahun sudah disekolahkan mengingat jenjang pendidikan menjadi faktor utama dan ada kemungkinan jika si anak beranjak dewasa akan terus diminta orangtuanya untuk bersekolah demi mendapatkan gelar. Kondisi ini membuat si anak bisa jenuh Karena hampir semua waktunya dihabiskan untuk bersekolah. “Dampaknya bisa berbeda-beda, ada yang jenuh, males-malesan datang ke sekolah,” tutur Katarina yang mengatakan dampak itu yang menjadi ketakutan orangtua.

Lanjut Katarina, jika anak sudah jenuh akan muncul sebuah pola pikir atau mind set bahwa sekolah adalah tempat yang tidak menyenangkan. “Persepsi anak akan sekolah semakin turun," ujarnya yang tetap menghimbau orangtua berpikir matang untuk menyekolahkan anak di usia setahun. Memilih Sekolah. Lalu bagaimana sebaiknya sikap orangtua saat mendaftarkan sekolah yang tepat bagi anaknya, apakah harus memiliki persiapan khusus?

Menurut Hanlie orangtua harus mulai membawa   anak ke lingkungan sekolah kakaknya atau sekolah apa saja yang terpenting anak diperlihatkan suasana sekolah yang sesungguhnya. “Melihat sekolah yang nyaman anak memiliki pikiran kalau sekolah itu tempat yang menyenangkan sekaligus melatih mental anak sebelum didaftarkan sekolah oleh orangtuanya,” tegas Hanlie.

Pola ajar kepada anak memang harus diperhatikan karena idealnya sebuah ruangan cukup hanya 15 anak dengan 1 guru yang mendampingi. Proses belajarnya cukup 3 kali dalam seminggu dengan waktu cukup 2 jam saja; “Kalau usia setahun materinya lebih ke melatih motorik seperti berjalan, melompat, dan memegang benda dengan cara yang lembut,” paparnya.

Dipertegas oleh Katarina, paling ideal anak berusia 3-5 tahun sebagai awal masuk sekolah. Meskipun disesuaikan dengan perkembangan anak,   misalnya anak berusia tiga tahun bukan berarti harus pandai membaca dan menulis karena harus dilihat intelijensi si anak. ‘Anak usia tiga tahun juga belajarnya sambil bermain juga,” kata Katarina. Sehingga ketika memiliki rencana untuk memasukkan anak sekolah, orangtua sudah tahu sekolah apa yang sesuai dengan anaknya. “Misal anaknya berusia empat tahun dan orangtua memaksakan anaknya bisa membaca dan menulis, sehingga orangtua mengetahui sekolah yang pas untuk buah hatinya,” tutup Katarina. Abba Gabrillin


Sumber: Tabloid Femme

0 komentar:

Post a Comment