Indonesia
termasuk negara dengan jumlah kebutaan tertinggi di dunia. Di ASEAN Indonesia
menempati posisi pertama, sementara di dunia menduduki peringkat kedua
tertinggi untuk kebutaan setelah Etiopia. Padanal, menurut organisasi kesehatan
Dunia (WHO), sekitar 80 persen kebutaan dapat dicegah dan diobati.
Hari Kamis minggu
kedua di bulan Oktober diperingati sebagai World Sight Day (WSD) atau Hari
Penglihatan Sedunia. WSD menjadi peringatan tahunan yang berupaya menggugah
kesadaran perhatian global terhadap kebutaan, gangguan penglihatan, dan
rehabilitasi kerusakan visual.
Peringatan ini
menjadi kegiatan utama yang mendorong pencegahan kebutaan. Juga menekan angka
kebutaan dengan visi 2020, yaitu The Right to Sight.
Kebutaan menjadi
perhatian mengingat kebutaan masih banyak terjadi. Dalam situs WHO disebutkan,
sekitar 285 juta orang mengalami kerusakan secara penglihatan di seluruh dunia.
Sebanyak 39 juta buta dan 246 juta mengalami
low vision, Kebanyakan, sekitar 90 persen dari penderita gangguan penglihatan
di dunia, tinggal di negara berkembang.
Karena Paparan UV
Indonesia termasuk
negara dengan prevalensi kebutaan tertinggi di dunia dan ASEAN. Diungkapkan Dr.
Fatiah Elli, Sp.M spesialis mata dan RS Mata Aini Jakarta, Indonesia menempati
posisi kedua di dunia setelah Etiopia. Sementara di Asia, prevalensi kebutaan
Indonesia tertinggi, sekitar 1,5 persen, mengalahkan Bangladesh yang hanya 1
persen, India 0,7 persen, dan Thailand 0,3 persen.
Angka kebutaan di
Indonesia terbilang tinggi karena berbagai hal. “Dibandingkan dengan negara
subtropis, Indonesia yang berada di wilayah tropis memiliki kasus kebutaan
lebih tinggi karena paparan sinar ultraviolet. Di Indonesia, kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan dengan negara subtropis,"
tutur Kepala Bidang Pelayanan Medik RS Mata Aini Jakarta ini.
Lalu, bila
dibandingkan dengan negara tropis lainnya, seperti negara ASEAN, mengapa
prevalensinya tinggi juga? Ada faktor lain yang memengaruhi.
Wilayah Indonesia
yang terdiri atas banyak pulau membuat jangkauan cakupan penanganan gangguan
mata lebih sulit dilakukan ketimbang Bangladesh misalnya. Belum lagi banyak
daerah yang sulit dijangkau, sementara jumlah dokter spesialis mata di pelosok
masih kurang.
Fasilitas peralatan
medik di daerah maupun pedesaan pun masih kurang sehingga gangguan mata tidak
dapat ditangani dengan baik. Belum lagi kesadaran masyarakat akan kesehatan
mata yang masih minim karena tingkat sosio- ekonomi yang rendah. Kasusnya pun
menjadi menumpuk, membuat angka kebutaan terus bertambah (backlog). Katarak, Glaukoma, dan Kelainan Refraksi
Dikatakan Dr. Fatiah, penyebab utama kebutaan di Indonesia berturut-turut
adalah katarak (O,78 persen), glaukoma (0,2 persen), dan kelainan refraksi (014
persen). Sebenarnya kebutaan
karena gangguan tersebut dapat dicegah dan diobati bila di deteksi dan ditangani
sejak dini.
Secara umum,
menurut WHO, kebutaan adalah ketidakmampuan untuk melihat. Penyebab utama
kebutaan kronis termasuk katarak, glukoma, degenerasi makular terkait usia,
retinopati diabetik, maupun kondisi mata pada anak yang disebabkan defisiensi
vitamin A.
Angka kebutaan
terkait usia meningkat di seluruh dunia, seperti kebutaan yang disebabkan
penyakit diabetes yang tidak terkontrol. Di sisi lain, kebutaan yang disebabkan
infeksi, angkanya terus menurun.
Yang juga perlu
dicermati, tiga perempat dan seluruh kebutaan dapat dicegah atau diobati, bila
dideteksi dan ditangani sejak dini.
Sumber: Tabloid Gaya Hidup Sehat
Sumber: Tabloid Gaya Hidup Sehat
0 komentar:
Post a Comment