Friday, August 9, 2013

Tips Menghadapi Pasangan Yang Ragu Menikah

Pernikahan menjadi momen berharga bagi setiap pasangan demi membangun sebuah kehidupan baru dengan segala problematikanya. Banyak pasangan yang menunda-nunda menikah karena alasan belum siap, mulai dari masalah kebiasaan, finansial hingga masalah anak. Namun, banyak juga pasangan yang 'terpaksa’ nikah meskipun ia belum siap, hanya karena desakan, baik dari keluarga, pasangan, hingga usia. Apa sesungguhnya yang harus dipersiapkan pasangan agar keduanya sama-sama siap menikah?

Sebagai seorang wanita yang sudah menjalin hubungan dengan pasangan ke arah lebih serius dalam jangka waktu cukup lama, pernikahan merupakan gerbang impian menuju babak sesungguhnya dalam kehidupan berkeluarga. Terkadang kaum wanita ingin mendapatkan kepastian dari laki-laki mengenai kapan hari yang ditunggu-tunggu tersebut dapat segera terealisasi. Dan tak sedikit pihak laki-laki yang didorong-dorong untuk segera menikah baik oleh keluarga sendiri maupun pasangan dan keluarganya.

Banyak kaum lelaki merasa kariernya belum sesuai dengan keinginan sehingga memilih untuk menunda pernikahan. Namun hingga di satu titik tertentu, pada akhirnya mereka harus tetap menikah karena berbagai alasan seperti takut kehilangan, pasangan takut berpaling atau takut tidak ada yang mau lagi dengannya. Berbagai pemikiran tersebut akhirnya terus menghantui hingga tanpa berpikir panjang mereka memilih dan memaksa untuk memutuskan menikah tanpa kesiapan secara penuh. Hingga dalam perjalanannya tak jarang ditemui istri yang benar-benar sudah sangat siap menikah dan membangun keluarga barua harus berhadapan dengan suami yang menikah karena keharusan tanpa mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam perubahan yang pastinya akan terjadi.

Suami Tidak Siap. Ada beberapa hal yang menyebabkan suami setelah menikah ternyata tidak memiliki kesiapan penuh dalam membangun kehidupan keluarga ke arah masa depan bersama. Seperti diuraikan dra. Esther J Aritonang, Psi C.HT, C.NLP, psikolog, ketidaksiapan seseorang atas sebuah pernikahan harus dilihat terlebih dulu penyebabnya. Mungkin ada yang merasa tidak cukup berkarier terutama dari segi kemapanan masih kurang atau tidak siap dengan segala perubahan yang terjadi di dalam kehidupan yang baru. Namun, setelah menikah segala bentuk konsekuensinya baru disadari sehingga hal tersebut dapat memicu berbagai konflik.

Selain itu, ketidaksiapan pasangan tak menutup kemungkinan akan muncul penyesalan yang datang atau mungkin saja tidak ditampilkan secara langsung. Contohnya, hubungan menjadi semakin jauh atau tidak adanya perhatian satu sama lain. Sedangkan jika suami belum siap dengan berbagai perubahan yang terjadi seperti ketika istri sedang hamil tentu saja ada perubahan. Ketika menikah istrinya cantik dan langsing tetapi setelah hamil terjadi perubahan bentuk tubuh dan hal tersebut juga menyangkut hubungan seksual. Kondisi demikian dibutuhkan penyesuaian untuk saling mendukung dengan kondisi masing-masing pasangan.

Meskipun istri merasakan adanya ketidaksiapan dari suami, tetapi istri harus tetap berkompromi terhadap dirinya sendiri dan sabar terhadap penyesuaian yang harus dilewati suami. Selain itu, sebaiknya pasangan kembali lagi mengingat keputusan yang sama-sama diambil sebelum pernikahan mereka berlangsung, dan tidak perlu ada sikap saling menyalahkan yang akhirnya hanya memperkeruh keadaan.

Berdasarkan kenyataan di dalam masyarakat, ada saja beberapa hal yang terjadi ketika seorang suami mulai merasakan bahwa dirinya tidak siap dalam sebuah pernikahan. Misalnya, suami menjadi cenderung tertutup bahkan bersikap baik dan manis tetapi tidak berusaha jujur terhadap apa yang dirasakannya. Lama kelamaan, suami perlahan memendam semua perasaan sesungguhnya dan menguburkan impiannya sehingga tak menutup kemungkinan kata sepakat yang pernah dilontarkan menjadi kesepakatan milik pribadi tanpa melibatkan pasangan.

Kedua Pihak. Menurut Nessi Purnomo, Psi, M.Si, psikolog, kesiapan sebuah pernikahan tidak hanya datang dari satu belah pihak saja. Kedua belah pihak harus sudah siap ketika sepakat untuk memutuskan menikah. Sebetulnya masalah siap atau tidak siap harus dibicarakan atau dibahas sebelum menikah. Dengan demikian, jika kenyataannya sudah menikah maka harus siap dan tidak lagi berbicara pada tatanan siap atau tidak tetapi harus sama-sama mengupayakan dan menyikapi pernikahan menjadi lebih baik.

Namun, jika kenyataannya Anda menghadapi orang yang tidak siap, langkah pertama yang harus dilakukan adalah duduk bersama-sama dan membicarakan masalah serta pemecahannya. Tetapi, jika berdua tidak menemukan pemecahan dan tidak ada hal-hal yang bisa dibicarakan lebih konstruktif ada baiknya pasangan segera menghubungi pihak ketiga seperti orangtua atau konselor perkawinan agar lebih obyektif dalam memandang suatu permasalahan yang terjadi di dalam sebuah hubungan pernikahan.

Selain itu, untuk menghadapi situasi di mana suami atau pasangan menjadi berlarut-larut karena ketidaksiapan yang terjadi saat baru menjalani pernikahan. sebaiknya perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
  1. Sikap Kompromi. Biasanya pasangan yang baru memutuskan untuk menikah merasa tidak bebas lagi setelah menikah. Adanya ketakutan bahwa satu sama lain saling mengekang dan hal tersebut memicu terjadinya pertentangan. Oleh karena itu diperlukan sikap kompromi untuk membicarakan mengenai harapan-harapan pernikahan yang diinginkan masing-masing. Sebaiknya satu sama lain saling memberikan kebebasan yang bertanggung jawab sehingga setelah adanya kesepakatan situasi menjadi lebih kondusif dan harmonis di dalam sebuah hubungan.
  2. Sikap Kompak dan Terbuka. Memutuskan menikah berarti siap dengan segala perubahan yang terjadi dan membicarakan atau memutuskan segala sesuatunya bersama. Di dalam pernikahan, problem kehidupan akan datang silih berganti sehingga keduanya harus yakin dan kompak dalam menghadapi segala macam bentuk problematika yang akan datang mulai dari soal anak, ekonomi, harapan dan target yang ingin dicapai. Keterbukaan juga menjadi poin penting sehingga segala permasalahan apapun yang terjadi dapat diputuskan bersama sesuai dengan kesepakatan yang berlandaskan sikap saling menghargai satu sama lain.
  3. Melakukan Konseling Pranikah. Sebaiknya sebelum melakukan pernikahan, pasangan melakukan konseling pranikah untuk meningkatkan hubungan sebelum pernikahan sehingga dapat berkembang menjadi hubungan pernikahan yang sehat dan harmonis. Dengan demikian masing-masing pasangan lebih saling mengenali kekurangan dan kelebihan agar ketika hidup bersama meminimalisasi rasa kaget atau kecewa terhadap situasi yang seharusnya terjadi. Widiani Hartati
Sumber: Info Kecantikan

0 komentar:

Post a Comment