Mungkin Anda pernah
mendengar buah hati Anda yang masih di bawah umur mengeluhkan ayah, ibunya
sering pulang malam, atau tak lagi ada waktu bermain dengan anak. “Mama, Papa
kok sibuk mulu, kapan kita jalan-jalan lagi”. Jangan marah atau menganggapnya
sebagai angin lalu. Seharusnya Anda bangga memiliki anak yang punya pemikiran
kritis sejak usia dini. Bagaimana menanggapinya?
Tuntutan hidup yang
serba sibuk, kadang membuat orangtua tak sempat lagi sekadar main atau bersenda
gurau dengan buah hati. Padahal, anak yang berusia antara 3-12 tahun perlu
curahan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya. Benarkah jika Anda sering
meninggalkan buah hati di rumah, membuat anak cenderung lebih kritis? “Papa kok
nggak pulang-pulang, atau Mama kok jarang di rumah" itu adalah contoh
kritikan yang sering dilontarkan anak pada orangtuanya.
Menurut Fabiola P
Setiawan, M.Psi, Psikolog yang praktik di Klinik Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja, Bintaro, Jakarta Selatan, memiliki anak yang berpola pikir kritis
adalah wujud dari besarnya rasa ingin tahu anak terhadap orang yang
dicintainya. “Jangan pandang remeh anak yang kritis, hal itu berarti anak punya
rasa ingin tahu yang besar,” jawab Fabiola.
Hal senada
ditambahkan oleh Harfiah Putu Ponco, M.Psi, Psikolog yang praktik di Klinik
Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sikap anak yang mulai
mengkritisi hal yang ada di sekitarnya adalah cerminan perkembangan yang
positif. “Itu menunjukkan anak memiliki kemampuan berpikir dengan lebih
kompleks, dan menilai berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang ia miliki,”
beber Harfiah. Peran Orangtua. Sebenarnya pola pikir anak yang kritis sejak
usia dini tak lepas dari peran orangtua. Sejak anak berusia tiga tahun sudah
mulai mengalami perubahan pola pikir, maka dari itu pola didik orangtua yang
baik mendukung perkembangan pola pikir anak menjadi lebih kritis. Namun
sayangnya banyak orangtua yang mengabaikan hal tersebut. Padahal pola pikir
kritis pada anak bisa jadi modal bagi anak saat anak beranjak dewasa. Seorang
anak yang memiliki pola pikir kritis akan lebih selektif dalam merespons segala
hal, sehingga segala keputusan yang mereka ambil relatif tepat karena telah
dipertimbangkan. Maka dari itu sesibuk apapun orangtua, sempatkan waktu berbicara
dengan anak tiap hari.
Fabiola mengatakan
seharusnya orangtua memberikan kesempatan pada anak untuk bebas mengungkapkan
isi pikirannya, termasuk memberi respons positif terhadap pertanyaan atau sikap
kritis anak. “Kadang orangtua mengabaikan pertanyaan anak yang bersifat kritis.
Hargai setiap pertanyaan atau ide mereka. Sikap kritis anak juga perlu
disikapi secara antusias oleh orangtua dan berusaha untuk menjawab semua kritik
anak secara positif, agar anak mengetahui apa yang mereka kritisi,” ungkap
Fabiola.
Nah, peran orangtua
sangat penting menghadapi anak yang mulai mengkritisi segala hal di sekitarnya.
Langkah mudahnya orangtua harus menjelaskan apa yang anak kritisi, seperti
mengapa ayahnya pulang selalu larut malam, mengapa bundanya sibuk bekerja
dengan memberikan penjelasan sederhana. “Ajak anak belajar mengemukakan
pendapat dengan cara yang santun, terutama jika ingin mengkritisi orang lain.
Selain itu juga ajak anak mempelajari waktu yang tepat untuk mengemukakan pendapatnya,” papar
Harfiah.
Nah, sebagai
orangtua, sebaiknya sering mengajak anak berbicara. Orangtua harus memberi tahu
anak bagaimana menyampaikan kritik yang bersifat membangun dan cara
mengungkapkannya. Takutnya anak tidak
tahu batasan dan sering melontarkan kata-kata (kritikan) yang menyinggung
perasaan orang lain. Ini akan merugikan karena anak bisa dibenci atau dijauhi
orang lain,” tambah Harfiah.
Tips. Beberapa tips untuk
mengatasi anak yang suka mengkritik:
1. Berikan
tanggapan yang tepat atas kritik yang disampaikan anak, jangan malu atau gengsi
untuk mengakui dan menerima kritikan dari anak yang sifatnya positif. Mintalah
maaf atas kekurangan yang dilakukan dan ucapkan terima kasih atas masukan yang
diberikannya. Jika ada yang harus diubah, maka lakukan bersama- sama. Dengan
demikian, anak akan belajar untuk mendengarkan masukan dari orang lain dan
bersedia berubah menjadi lebih baik.
2. Tanyakan alasan
mengapa anak. mengajukan pendapat, protes, juga kritik tersebut. Jika anak
sudah dapat diajak berdiskusi, ajak ia berbicara. Dengan demikian, anak dapat
semakin mengasah logika atau kemampuan berpikirnya dan tidak berkomentar atau
mengkritik tanpa alasan.
3. Ajak anak
menganalisis sebab akibat dari peristiwa yang ia kritisi, dapat pula dengan
memberikan pertanyaan yang merangsang anak untuk menemukan jawaban atau solusi.
4. Berikan contoh langsung kepada anak tentang
cara mengemukakan pendapat maupun kritik dengan cara yang santun dan tepat.
Seperti pilihan waktu, pilihan kata, intonasi suara, gerak tubuh dan lainnya.
Orangtua dapat mencontohkannya ketika interaksi sehari-hari dengan orang lain
atau melalui media permainan dengan boneka, buku cerita, drama dan sebagainya.
0 komentar:
Post a Comment